Jangan Meremehkan Kata-Kata Talak

Selasa, 28 Februari 2012

    Nabi Muhammad SAW. bersabda:
أبْغَضُ الْحَلاَلِ اِلىَ اللهِ الطَّلاَقُ ( رواه أبو داود و ابن ماجه و صححه الحاكم )
“Paling dibencinya perkara halal di sisi Allah adalah talak (cerai)” ( HR. Abu Daud, Ibn Majah dan dishohihkan oleh al-Hakim )
    Menurut para ulama, kata halal dalam hadis di atas yang dimaksud adalah makruh sebab sesuatu yang makruh itu masih halal dilaksanakan akan tetapi Allah tidak suka. Berarti, maksud sabda Nabi di atas; “perkara makruh paling dibenci di sisi Allah SWT. adalah cerai”. (Habib Muhammad bin Ahmad bin Umar as Syatiri, Syarah Yaqut an Nafis, Hal: 617)
    Namun terkadang talak juga bisa menjadi sebuah solusi yang tepat di tengah problematika kehidupan berumah tangga ketika membawa suatu kemaslahatan yang kembali pada suami istri atau anak-anak. Ada dua problematika yang penyelesaiannya itu lebih baik dengan talak. Pertama, salah satu dari suami atau istri memiliki kelemahan dalam  memproduksi keturunan. Kedua, ketidakharmonisan dalam menjalani kehidupan berumah tangga, sehingga tidak jarang terjadi pertengkaran, percekcokan dan permusuhan. Bahkan ironisnya, sering kali pihak perempuan mendapatkan kekerasan fisik dari suaminya. (Ahmad Ali al Jurjawi, Hikmat at Tasyri' Wa Falsafatuhu, juz 2 Hal: 36-37) Akan tetapi, ini sekedar hikmah yang terselubung di balik  diperbolehkannya talak, karena itu sifatnya relatif. Terkadang masalah-masalah tersebut tidak harus diselesaikan dengan jalan talak.
    Ada masalah yang lebih urgen (penting) untuk dibahas di sini yakni kebanyakan orang Islam ternyata belum terlalu mengetahui tentang praktek talak itu sendiri, terutama tentang kapan dan bagaimana talak itu bisa jatuh?. Kurangnya pengetahuan tentang hal ini akan berakibat fatal sebab seseorang bisa terjerumus pada perzinahan hanya karena berhubungan intim dengan seseorang yang masih dianggap sebagai istrinya, padahal pernikahannya sudah batal. Atau bisa menyebabkan keragu-raguan dalam menjalani kehidupan berumah tangga sehingga dalam hati sering kali timbul pertanyaan “Pernikahanku masih sah apa tidak ?”.
    Para Salaf as Sholih  berkata:
وَالْوَسْوَسَةُ مَصْدَرُهَا الْجَهْلُ بِمَسَالِكِ الشَّرِيْعَةِ أَوْ نُقْصَانٌ فِي غَرِيْزَةِ الْعَقْلِ.
“Sumber was-was adalah tidak adanya pengetahuan tentang peraturan-peraturan syariat atau kelemahan akal”(al Hafidz an Nawawi, Majmu' Syarah al Muhadzdzab, juz 1Hal: 207)
    Berikut adalah problem seorang muslimah sehubungan dengan masalah talak yang membutuhkan jawaban menurut kaca mata Islam. Dia jatuh dalam jurang keragu-raguan nikahnya masih sah atau sudah batal?. Hal ini disebabkan suaminya sering mengucapkan kata-kata yang mengarah pada talak tapi dianggapnya biasa-biasa saja. Singkatnya, dia sering mendapatkan perlakuan kasar dari suaminya. Hampir setiap hari bertengkar. Pada puncaknya, dalam keadaan emosi sang suami berkata “Aku sudah tidak sanggup lagi denganmu, lebih baik aku kembalikan saja kamu pada orang tuamu”. Beberapa bulan kemudian muslimah ini  pulang ke rumah orang tuanya karena tidak kuat. Tak lama berselang, dia memutuskan ke suaminya lagi dengan akad nikah baru dengan harapan hidupnya bisa lebih baik lagi. Tetapi harapan tersebut belum bisa tercapai juga. Suaminya tetap saja seperti yang dulu, bahkan kali ini kata-kata berbau talak semakin mengalir dari mulutnya dengan tanpa sadar, dia mengatakan “Oke kita cerai, toh dari awal kamu yang memutuskan kembali padaku”. Tapi anehnya, dia sama sekali tidak merasa menceraikan istrinya dan keesokan harinya biasa-biasa saja. Dan untuk yang ketiga kalinya dia mengatakan “Ya sudahlah, kamu gak taat lagi sama aku, kalau kamu memang tidak mau ke rumah orang tuaku, itu artinya mulai detik ini hubungan kita cukup berakhir sampai disini. Kita sudah bersih tak ada apa-apa lagi”. Esok harinya rukun lagi dan berhubungan seperti biasa.
Pertanyaannya sekarang, bagaimanakah status pernikahan keduanya? Untuk mengetahui jawabannya ikuti uraian berikut.
1.    Definisi Talak
       Secara etimologi talak berarti melepaskan ikatan. Sedangkan dalam pandangan Syara' adalah melepaskan ikatan pernikahan dengan menggunakan kata-kata talak (cerai) atau yang semisalnya. Kebolehan talak telah mendapatkan legitimasi yang sangat kuat dari dalil-dalil syariat baik al Qur'an, Hadits atau Ijma' (kesepakatan para Ulama). (Muhammad bin Ahmad ar Romli (Syafi'i Shoghir), Ghoyat al Bayan Syarah az Zubad Libni Ruslan, Hal: 261) Allah SWT. berfirman:
الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ (البقرة: 229)
“Talak (yang dapat dirujuk) ialah dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik” (QS. al Baqoroh (2): 229)
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ  )الطلاق: 1
"Wahai Nabi, apabila Engkau menceraikan istri-istriMu maka hendaklah Engkau ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) ‘iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu ‘iddah itu” (QS. at Tholaq (65): 1)
2.    Pembagian Talak
            Setelah memahami definisi talak, kini saatnya memahami tentang pembagian talak yang berhubungan dengan prakteknya. Ulama fikih membagi talak menjadi beberapa bagian sesuai sudut pandanganya. Di pandang dari segi kejelasan kata-kata yang menunjukkan pada talak, talak ada dua yakni Shorih dan Kinayah. Di pandang dari segi keadaan istri ketika ditalak apakah dalam keadaan suci atau haid, maka talak dibagi menjadi tiga yakni talak Bid'ah, talak Sunnah dan bukan keduanya. Dan di pandang dari segi hubungannya dengan harta sebagai gantian dari talak, talak ada dua yakni talak Khulu’ dan talak biasa.(DR. Mushtofa al Khin dan DR. Mushtofa al Bugho, al Fiqh al Manhaji 'Ala Madzhab al Imam as Syafi'I, juz 2 Hal: 116)
Namun, pembagian talak di atas tidak akan diterangkan semuanya dalam pembahasan ini. Berdasarkan pendahuluan di atas, penulis hanya akan mengupas tentang pembagian talak dari sudut pandang yang pertama yakni talak Shorih dan Kinayah. Dengan mengetahui secara detail tentang talak shorih dan kinayah maka kita akan mengerti kapan suatu perkataan itu bisa menjadi talak dan memutuskan hubungan pernikahan.
  • Talak Shorih
        Talak Shorih adalah ucapan talak yang secara lahiriah lafadnya hanya menunjukkan pada talak. Dalam bahasa Arab, ada tiga kata yang apabila diucapkan langsung menunjukkan pada talak yakni at Tholaq, as Sarah dan al Firoq dan kata-kata yang tercetak dari ketiganya. Ketiga kata tersebut memiliki arti yang berdekatan, at Tholaq berarti perceraian, as Sarah berarti pelepasan dan al Firoq berarti perpisahan. Dalam implementasinya, kata-kata tersebut bisa menjadi talak baik dikatakan dengan bahasa Arab atau bahasa terjemahan seperti bahasa Indonesia. Berikut contohnya: “Kamu tertalak”, “Aku melepaskan kamu dari hubungan pernikahan ini”, “Aku berpisah dengan kamu” dan bentuk kalimat-kalimat lain yang memuat kata-kata di atas.(Ibid, juz 2 Hal: 116-117)
Kata-kata di atas dikategorikan shorih (jelas) dalam mengindikasikan talak sebab sering terlaku dalam lisan syara' dan diulang-ulang penyebutannya dalam al Qur'an dengan tetap bermakna talak. Allah SWT. berfirman:
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ  )الطلاق: 1
“Wahai Nabi, apabila Engkau menceraikan istri-istriMu maka hendaklah Engkau ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) ‘iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu ‘iddah itu” (QS. at Tholaq (65): 1)
وَأُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا  (الأحزاب: 28)
“Dan Aku ceraikan kalian (para perempuan) dengan cara yang baik” (QS. al Ahzab (33): 28)
فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ (الطلاق: 2)
“Apabila mereka telah mendekati akhir ‘iddahnya, maka rujuklah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik” (QS. at Tholaq (65): 2)
Untuk bisa menjadi talak, kata-kata shorih di atas tidak membutuhkan pada niat. Ini disebabkan eksplisitifitas atau kejelasan kata-kata tersebut dalam mengindikasikan terhadap makna, sehingga baik diucapkan dengan niat atau tidak maka langsung jatuh talak. (Ibid, juz 2 Hal: 118)
  • Talak Kinayah
          Talak Kinayah adalah ucapan-ucapan yang masih mungkin berarti talak atau selainnya. Kata-kata yang masuk kategori talak kinayah banyak sekali. Diantaranya adalah: “Temuilah keluargamu”, “Pergilah sekehendakmu”, “Menjauhlah dariku”, “Mengasinglah dariku”, “Kamu haram bagiku” dan kalimat-kalimat lain yang mungkin mengarah pada talak dan mungkin pada selain talak.
Kalimat-kalimat di atas tidak akan bisa menjadi talak kalau seorang suami dalam mengucapkannya tanpa disertai niat talak, semisal dia tidak niat apa-apa sama sekali atau niat sesuatu yang lain.

3.     Syarat Sah Talak
        Syarat sah jatuhnya talak ada tiga yaitu telah terjalinnya akad nikah di antara keduanya, sang suami telah sempurna akalnya (bukan anak kecil, gila atau sedang tertidur) dan tidak dipaksa. Dari syarat yang ketiga ini bisa disimpulkan bahwasannya talak juga bisa jatuh meskipun diucapkan dengan main-main.(Ibid, juz 2 Hal: 124-125)

4.    Bilangan Talak
       Secara asal hak talak berada di tangan suami sebagaimana firman Allah SWT.:
أَوْ يَعْفُوَ الَّذِي بِيَدِهِ عُقْدَةُ النِّكَاحِ  (البقرة: 237)
“atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah” (QS. al Baqoroh (2): 237)
    Hak talak yang dimiliki oleh suami adalah tiga kali. Maksudnya boleh baginya mentalak istrinya sampai tiga kali. Dua kali talak statusnya adalah Tholaq Roj'iy dan yang terakhir adalah Tholaq Ba'in Kubro.
  •   Tholaq Roj'iy adalah talak pertama atau kedua yang dijatuhkan suami setelah dia pernah menggauli istrinya, di mana setelah itu masih diperbolehkan baginya kembali atau rujuk padanya selama masih dalam keadaan ‘iddah.
  •  Tholaq Ba'in Kubro adalah talak tiga (baik dalam satu waktu atau dilakukan tiga kali dalam waktu yang berbeda) di mana setelah itu suami tidak boleh kembali lagi pada istrinya dengan cara rujuk. 
  •  Tholaq Bain Shughro adalah talak pertama atau kedua yang dijatuhkan selama suami tidak pernah menggauli istrinya atau pernah menggaulinya namun ‘iddah istri telah habis atau talak dengan cara Khulu' (talak dengan cara istri memberikan harta kepada suami atas keinginan dia sendiri).
    Apabila talak yang jatuh pada istri adalah talak Ba’in Kubro atau Shugro, maka bagi suami tidak bisa lagi kembali pada istrinya dengan hanya rujuk. Dia bisa kembali padanya dengan cara akad nikah dan mahar yang baru atas keridhoan istrinya ketika sudah terpenuhinya lima syarat berikut:
1.    ‘Iddahnya telah selesai.
2.    Menjalin hubungan pernikahan lagi dengan laki-laki lain dengan akad nikah yang sah.
3.    Suami yang kedua pernah menggaulinya (baca; menjima'nya) secara hakiki.
4.    Suami yang kedua menceraikannya atau meninggal dunia.
5.    ‘Iddahnya dengan suami yang kedua telah selesai.
Itu adalah peraturan asal tentang siapakah yang memiliki hak talak. Akan tetapi istri pun pada sebagian keadaan diberi hak untuk menuntut cerai yakni ketika dia mendapat perlakuan kasar dari suaminya sehingga membahayakan keselamatannya atau ketika suami tidak mampu memenuhi hak-hak istrinya yang kemudian terjadi kesulitan untuk mencari jalan yang terbaik bagi keduanya. Maka dalam dua kondisi tersebut boleh bagi Qodhi (hakim nikah) untuk menjatuhkan talak terhadap pihak perempuan berdasarkan kehendaknya.(Ibid, juz 2 Hal: 123 dan 133-137)

‘IDDAH
    Untuk mendalami talak, maka juga harus mengetahui tentang apa itu ‘Iddah. Sebab setelah seorang perempuan diceraikan oleh suaminya maka dia harus menjalani masa yang namanya ‘iddah. ‘Iddah adalah masa di mana seorang perempuan menunggu kepastian kekosongan rahimnya dari janin yang kemungkinan dibuahi oleh suaminya. Hal ini bisa diketahui dengan cara melahirkan, menunggu beberapa bulan atau melalui beberapa kali tahap suci dari haid.
    Perempuan yang mengalami masa ‘iddah dibagi menjadi dua. Pertama, perempuan yang ditinggal mati suaminya. Kedua, perempuan yang tidak ditinggal mati suaminya yakni yang diceraikan. Masing-masing dari kedua perempuan tersebut ‘iddahnya adalah sampai melahirkan apabila ketika itu memang dalam keadaan hamil. Apabila tidak dalam keadaan hamil maka untuk perempuan pertama ‘iddahnya adalah empat bulan sepuluh hari dan untuk perempuan yang kedua, apabila tidak dalam keadaan hamil ‘iddahnya masih diperinci. Apabila dia masih bisa haid maka ‘iddahnya adalah tiga kali suci dari haid dan apabila belum pernah haid atau sudah tidak haid lagi maka ‘iddahnya tiga bulan.(Syekh Ibnu al Qosim al Ghuza, Hamisy Hasyiah al Bajuri (Fathul Qorib), juz 2 Hal: 167-171)
    Dari uraian ini, maka sekarang kita terapkan pada kasus di atas secara terperinci.
  •  Ucapan Pertama “Aku sudah tidak sanggup lagi denganmu, lebih baik aku kembalikan saja kamu pada orang tuamu”.
    Ucapan ini sangat jelas sekali menunjukkan pada talak kinayah sebagaimana uraian di atas. Untuk bisa menjadi talak maka membutuhkan terhadap niat dari sang suami. Apabila dia mengucapkannya dengan niat talak maka jatuhlah talak kesatu dan apabila tidak disertai niat talak maka talak tidak jatuh.
    Talak pertama ini bisa dikategorikan Roj'iy ketika suami pernah menggauli istrinya. Maka dia bisa kembali lagi pada istrinya di tengah masa ‘iddah dengan cara rujuk. Apabila masa ‘iddahnya telah habis sedangkan dia belum rujuk, maka hak rujuk telah hilang dan untuk bisa kembali lagi dia harus menggunakan akad nikah dan mahar yang baru atas keridhoan sang istri.
  •    Akad Nikah Baru
    Apabila ucapan talak kinayah di atas memang benar-benar disertai niat talak maka jatuhlah talak satu. Akad nikah baru tersebut bisa dikatakan tepat ketika talaknya masuk kategori talak Ba'in Shugro. Yakni suami menjatuhkan talaknya sebelum pernah menggauli istrinya atau pernah menggauli tapi masa ‘iddah talak telah habis, di mana dalam masa tersebut suami tidak melakukan rujuk pada istrinya.
  •    Ucapan Kedua “Oke kita cerai, toh dari awal kamu yang memutuskan kembali padaku”
    Tidak diragukan lagi bahwa ucapan yang kedua ini sangat mengarah pada talak Shorih sebab ada kata “cerai”. Maka talak yang kedua pun jatuh walaupun tidak disertai niat talak ketika mengucapkan. Konsekuensi dari hal ini adalah hak talak suami tinggal satu kali lagi. Sama halnya dengan sebelumnya, untuk bisa kembali lagi pada istrinya maka suami cukup rujuk saja dengan kata-kata yang menunjukkan pada kehendak untuk kembali. Rujuk ini bisa dilakukan apabila talaknya termasuk talak Raj'iy. Sekarang, mungkin sang suami pernah menggauli istrinya tapi apakah dia dalam masa ‘iddah talak yang kedua mau rujuk pada istrinya? Apabila tidak segera rujuk sampai ‘iddahnya habis maka harus akad nikah dan mahar baru lagi atas keridhoan sang istri.
  •   Ucapan ketiga “Ya sudahlah, kamu gak taat lagi sama aku, kalau kamu memang tidak mau kerumah orang tuaku, itu artinya mulai detik ini hubungan kita cukup berakhir sampai disini. Kita sudah bersih tak ada apa-apa lagi”
    Ucapan ini dikeluarkan setelah istri tidak mau memenuhi keinginan suami untuk kembali pada orang tua suami. Maka ucapan ini tergolong talak Mu’allaq yakni talak yang digantungkan terhadap terjadinya sesuatu. Talak ini bisa jatuh apabila disertai niat sebab termasuk talak kinayah. Apabila memang ucapan yang ketiga ini disertai niat talak, maka hak talak suami yang ada tiga telah habis. Talak yang ketiga ini tergolong talak Ba’in Kubro. Untuk kembali pada istrinya, sang suami tidak bisa lagi menggunakan rujuk sebagaimana sebelumnya. Dia bisa kembali padanya dengan cara akad nikah dan mahar yang baru atas keridhoan dari mantan istrinya ketika sudah memenuhi lima syarat yang telah disebutkan di atas. Wallahu A’lam

Oleh: Muhammad Hamdi
Santri Assunniyyah

Tidak ada komentar: