syair kematian al-ghazali

Kamis, 10 Februari 2011

Sedarlah, Wahai orang yang tertipu! Mengapa kamu masih riang bermain, terlena dengan angan-angan. Padahal ajal di depan matamu! Bukankah kamu mengetahui bahwa ambisi manusia adalah lautan luas tak bertepi. Bahteranya adalah dunia. Maka berhati-hatilah jangan sampai karam! Yakinlah! Bahwa kematian pasti menjengukmu bersama segala kepahitannya. Ingatlah detik-detik itu, ketika kamu memberikan wasiat, sedangkan anak-anak yang bakal menjadi yatim Dan ibunya yang akan kehilangan suami tercinta menangis pilu berlinang air mata. Ia tenggelam dalam lautan kesedihan, seraya memukul-mukul wajahnya. Disaksikan para lelaki, padahal sebelumnya ia adalah mutiara yang tersimpan rapi. Kemudian setelah itu, dibawalah kain kafan kepadamu. Akhirnya! Diiringi isak tangis dan derai air mata, Jasadmu dikebumikan . 

[Dipetik dari: Bimbingan Praktis Penyelenggaraan Jenazah, Abdur Rahman bin Abdullah Al Ghaits. Penerjemah: Abu Ihsan Al-Maidani Al-Atsari. Penerbit: At-Tibyan, Solo. Cet.Pertama, September 2000, hal.57]

Dikutip Dari: http://www.2lisan.com/tulisan/puisi-syair/syair-kematian-al-ghazali/

Teladan terakhir KH. Djauhari Kencong

Minggu, 16 Januari 2011



Al kisah sampai 3 malam Abdullah bin Amr bin Ash bertamu dirumat sahabat anshor yang sederhana dan tidak diperhitungkan selama ini. “ Maaf sahabat ,sebenarnya aku tidak ada keperluan apa-apa bertamu disini “demikian Abdullah. “Aku hanya ingin tahu apa rahasia amalmu sehingga engkau diramal oleh Rosululloh saw memang bersabda “sebentar lagi ada orang yang datang lewat jalan ini, dia adalah ahli sorga” Ternyata yang datang sahabat Anshor ini sambil  mengibas – ngibaskan jenggotnya dari air wudlu dan menjinjing sandalnya dengan tangan kiri. Berturut – turut dalam tiga hari Rosulullah bersabda seperti itu dan juga orabg itu – itu juga yang datang lewat jalan tersebut. Sehingga Abdullah bin Amr bin Ash, yang terkenal tekun ibadah ini penasaran dan ingin rahasia amal ibadah apa pada diri sahabat Anshor tersebut. “Anda tahu sendiri wahai Abdullah, bahwa aku tidak punya kelebihan amal ibadah apa–apa “demikian tuturnya si Anshor yang menjadikan Abdullah tambah penasaran. “ Hanya saja aku tidak menemukan di hatiku perasaan dendam atau hiyanat terhadap siapapun sesama muslim aku juga sama sekali tidak punya perasaan iri /dengki terhadap sesama muslim yang telah memperoleh kelebihan anugerah dari Allah swt” si Anshor menjelaskan. Abdullah bin Amr langsung menyahut: “ Nah, Itulah yang menghantarkanmu ke sorga yang kami semua tidak sanggup melaksanakannya.” 

Saling Memaafkan.
KH.Abdul Kholiq yang sudah udzur karena kesepuhannya datang ke ndalem KH.Djauhari dengan mengendarai becak. Beliau rupanya hanya ingin bertemu dan bermaaf-maafan dengan KH.Djauhari yang sama-sama sudah sepuh. KH.Abdul. Kholiq turun dari becak dan berjongkok (Jawa: ndodok) didepan ndalem. Begitu KH.Djauhari diberi tahu bahwa ada KH.Kholiq di halaman ndalem langsung bergegas keluar. Beliau langsung mempersilahkan KH.Abdul.KHoliq agar masuk kedalam. “Monggo mlebet Kiai… kulo mboten purun sepuro-sepuroan yen panjenengan mboten kerso mlebet (Silahkan masuk kiai saya tidak mau bermaaf-maafan kalau tuan masih belum mau masuk)” KH.Abdul.Kholiq akhirnya masuk kedalam dan berangkul –rangkulan dengan KH.Djauhari untuk saling maaf memaafkan. Yang lalu biarlah berlalu. Kini kita sama-sama sudah sepuh dan sudah dekat panggilan tuhan.Kita harus siap-siap mempertanggung jawabkan segala amal perbuatan kita masing dihadapan-Nya. Kira – kira begitulah isi hati kedua beliau ketika dalam rangkulan permaafan. Sementara Ibu Nyai Sa’dah Djauhari melihat dari belakang dengan pandangan yang sangat terharu.
KH.Abdul.Kholiq yang pernah memegang pengurus NU Kencong masih peripean misanan (sepupu ipar) dengan KH.Djauhari. Garwo sepuh KH.Djauhari (Bu Zuhriyah) adalah sepupu garwo KH.Abdul Kholiq. Kedua tokoh yang terkadang ada selisih pendapat ini wafat berurutan. + 40 hari dari wafat KH.Djauhari, KH.Abdul.Kholiq menyusul.
Demikian pula halnya dengan KH.Abd.Hayyi. Tokoh ini paling akrab dengan KH.Djauhari ketika sama-sama semangat memimpin NU Cabang Kencong. Bahkan KH.Abd.Hayyi sudah akrab mulai zaman perlawanan terhadap kolonial dahulu. KH.Abd.Hayyi yang juga santri tebuireng inilah yang dulu bersama P.Thowi (H. Nawawi) mengajak kembali KH.Djauhari agar pulang ke Kencong untuk diajak berjuang bersama-sama , ketika itu beliau sudah mulai kerasan menetap dan berjuang di Menampu.
Ibu Nyai Sa’dah Djauhari mempersilahkan KH.Abd.Hayyi agar langsung saja masuk ke ruangan dalam dimana KH.Djauhari sudah berbaring letih karena sakit. KH.Djauhari mempersilahkan KH.Abd.Hayyi agar duduk mendekat disisi beliau dipinggir ranjang. Tidak ada sepatah kata yang mampu keluar dari mulut kedua tokoh idola masyarakat NU Cabang Kencong ini. Rupanya ketika berdekatan satu ranjang itu, kedua tokoh lagi menghayal kembali masa-masa lampau yang penuh suka duka bersama. Sampai pada akhirnya ada perbedaan yang sedikit tajam dalam menanggapi Asas Tunggal BPR. Tapi kini sudah sama-sama sepuh. Sudah sekat dengan panggilan Yang Maha Kuasa. Tidak ada harapan kecuali semoga di akhirat nanti disatukan kembali dalam sorga-Nya. Amin…!. KH.Abd.Hayyi lama duduk disamping KH.Djauhari sambil sesenggukan menangis. Sekali-sekali beliau mengusap air matanya. Ibu Nyai mempersilahkan KH.Abd.Hayyi meminum minumannya. Tapi KH.Abd.Hayyi tidak beranjak dari duduknya. “Biarlah Mas Hayyi selalu disampingku. Tinggal kali ini kok” demikian KH.Djauhari bilang kepada Ibu Nyai. Setelah lama KH.Abd Hayyi berpamitan dengan rasa berat hati. Sampai dihalaman ndalem KH.Djauhari, KH.Abd.Hayyi masih saja menangis. Itulah itulah pertemuan terakhir dari kedua beliau di dunia ini. Setelah 63 hari dari wafat KH.Djauhari. KH.Abd.Hayyi ikut menyusulnya.
Kencong dalam 63 hari ditinggal tokoh-tokohnya secara beruntun:
1.       KH.Djauhari,
2.       KH.Abd.Kholiq
3.       KH.Abd.Hayyi.

Ajalpun tiba.
Pada malam senen Ibu Nyai Sa’dah mengadakan tasyakkuran atas kesehatan KH.Djauhari yang nampaknya agak membaik. Ibu Nyai mengundang banyak orang diantaranya para perawat RSU Lumajang yang pernah merawat KH.Djauhari disana. Sewaktu tasyakkuran ini Bu Asiyah juga hadir, karena berbarengan dengan walimah selapanan kelahiran cucunya, Fahmi bin Rosiful Aqli Jauhari. Tapi ternyata pada hari selasa sorenya, yaitu sehari setelah tasyakkuran itu, KH.Djauhari justru koma. Keluarga sepakat melarikan beliau ke RS Wijaya Kusuma Lumajang. Pengelola dan perawat rumah sakit ini cukup akrab dengan keluarga KH.Djauhari. Dan disana ada Bpk. Atiq Zubat. Anggota Dewan yang tentu yang tentu sangat akrab sekali dengan rumah sakit ini dan juga rumah sakit yang lain. Karena mertua beliau. H.Syu’aib (mantan Bendahara NU Cab. Lumajang), adalah yang menyumbangkan tanahnya dulu untuk RSU Lumajang dan juga pemilik Apotek Kalisono.
Tensi beliau selama semalam di rumah sakit sudah naik turun tidak normal. Maka Ibu dan keluarga yang lain sepakat pagi itu dibawa pulang kembali ke rumah. Di rumah para santri dan tamu dimohon untuk terus menerus membacakan Al Quran. Sementara Gus Afthon dan Gus Lutfillah AS. Berusaha menghubungi tenaga medis dari RSU Jember. Tapi toh, walaupun tenaga medis dari RSU Jember akhirnya datang juga, rupanya Allah memang menghendaki panggilan ajal KH.Djauhari pada hari itu. Tokoh yang memang sudah tidak kerasan di dunia fana ini berpulang ke rahmatullah pada hari Rabu Kliwon tanggal 11 shofar 1415 H/20 Juli 1994M. Jam 05,10 Istiwa’ sore hari (+jam 16.45 WIB).
                                  انا لله وانا اليه راجعون
“sesungguhnya kita semua ini milik Allah dan hanya kepada-Nya jua kita semua kembali”
Semalam jenazah diinapkan. Para penta’ziyah dari segala lapisan masyarakat datang. Dari kalangan Habaib,Ulama,Umaro dan dari banyak lapisan yang lainnya lagi. Para tokoh NU wilayah jawa timur juga datang.  Termasuk KH. Hasyim Muzadi yang menjabat ketua wilayah NU Jawa Timur di masa itu. Keluarga sedan dan sarang juga hadir diantara ribuan pengunjung yang lain.
  سمة صدق العبد فى طاعته * كرامة تظهر بعد موته
فالاولياء الصا لحون عامة * تظهر بعد موتهم كرمة
“pertanda kesungguhan seorang hamba dalam ketaatannya adalah kekeramatan yang nampak setelah wafatnya. Maka para kekasih ( Allah ) yang sholeh-sholeh semuanya. Tampaklah setelah wafat mereka kekeramatan”1
Sekitar jam 10 pagi hari kamis jenazah diberangkatkan. KH.Maimun Zubair yang menyambut pelepasan atas nama keluarga. Al Maghfurlah dimakamkan di makam yang sudah beliau persiapkan sendiri. Di makam, para putra dan adik beliau yang menerima jenazah diliang lahat. Setelah selesai pemakaman,
1.syi,ir ini adalah dawuh K.Hamid pasuruan di depan KH.abdullah Shiddiq waktu berangkat ta’ziyah ke KH.Nawawi Sidogiri. Informasi dari Gus Lutfillah AS.
Pembacaan talqin dilaksanakan oleh para Habaib dan Kiai. Diantaranya Habib Muhammad Al Habsyi ketapang probolinggo dan KH.Maimun Zubair.
Malamnya, malam Jum’at, ketika tahlilan akan dimulai, para putra Almarhum berkumpul dinasehati oleh KH.Maimun Zubair. “sudah yang penting sekarang semuanya harus ikhlas “ demikian diantara nasehat beliau. “Iya kiai. Segala permasalahan akan kami rembug bersama dengan semua saudara” kakanda H.Ach.Fahim menimpali. “Itu ya perlu tapi yang penting ikhlas” demikian tambahan dari KH.Maimun Zubair. Penulis sangat terkesan dengan nasehat ini. Sebab ikhlas itu sebagai pengemudi yang paling baik dalam menuntun langkah kita semua. Kalau berangkatnya sudah tidak dituntun ikhlas, biasa – biasa dalam forum musyawarah yang terjadi hanya adu argumentasi dengan keluar otot leher. Bukan mencari titik temu tapi mencari menang sendiri seperti sidang dalam parlemen yang hanya berlomba menang – menangan dan mencari kelemahan lawan bicara.
KH. Djauhari pernah bilang bahwa beliau senang baca kitab shohih Bukhori. Sebab dulu, ketika KH. Djauhari membaca hataman shoheh Bukhori di bulan Romadlon. Di saat tidur istirahat beliau bermimpi didatangi Rosulullah saw. Baginda Rosulullah datang di ndalem barat ( ndalem Ny.Sepuh ) dengan membawa 4 biji tas tertutup Rosulullah bersabda: “yang tiga untuk kamu dan yang satu…  “. KH.Djauhari keburu bangun sebelum Baginda Rosulullah menyelesaikan sabdanya. Waktu itu KH.Djauhari baru punya putra dua. Sebenarnya diluar dugaan kalau beliau dikaruniai 4 putra. Sebab antara putra beliau yang ke 2 dan ke 3 selisih 14 tahun. Dan antara yang ke 3 dan ke 4 selisih 7 tahun. Barang kali itu diantara isyarat 4 tas yang dibawa Rosulullah. Lantas kalau yang 3 tas untuk Romo KH.Djauhari kemudian yang 1 untuk siapa ...?. 
Munkin saja untuk kita semua !. Amin ...